Oleh :
Andreas Hutasoit (101201135)
Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Indonesia adalah negara yang kaya. Indonesia mempunyai hutan mangrove yang terluas di dunia. Saat ini hutan mangrove di Indonesia yang dalam keadaan baik tinggal 3,6 juta hektar, sisanya dalam keadaan rusak dan sedang. Hutan mangrove sebagai salah satu ekosistem wilayah pesisir dan lautan yang sangat potensial bagi kesejahteraan masyarakat baik dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan hidup, namun sudah semakin kritis ketersediaannya. Di beberapa daerah wilayah pesisir di Indonesia sudah terlihat adanya degradasi dari hutan mangrove akibat penebangan hutan mangrove yang melampaui batas kelestariannya.Dari tahun ke tahun, Indonesia telah kehilangan lahan hutan mangrove seluas 5,58 juta hektar.
Hutan mangrove
disebut juga “Coastal Woodland”
(hutan pantai) atau “Tidal Forest” (hutan surut)/hutan bakau merupakan formasi tumbuhan litoral yang
karakteristiknya terdapat di daerah tropika. Hutan mangrove merupakan ekosistem
utama pendukung kehidupan penting di wilayah pesisir dan kelautan. Fungsi fisik ekosistem
mangrove diantaranya menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai
dari erosi laut (abrasi) dan intrusi air laut, dan mengolah bahan limbah. Sebagai suatu wilayah kepulauan dengan garis pantai
sepanjang 81.000 km, Indonesia adalah negara dengan peringkat pertama rawan
tsunami. Selain tsunami, risiko bencana yang mengancam Indonesia antara lain
tanah longsor, gempa dan banjir. Bencana tsunami dimana salah satu tindakan
yang perlu dilakukan yaitu proteksi pada pantai. Bencana alam berupa tsunami
yang bertubi-tubi mendera bangsa Indonesia, telah mengajarkan kepada kita
betapa mencegah lebih baik daripada menanggulangi bencana. Karena hal ini
banyak berdampak pada berbagai faktor baik kerugian material maupun psikologis
serta lainnya.
Hutan bakau bukan
hanya mencegah erosi pantai, tapi juga meredam bahaya tsunami. Penelitian yang
telah dilakukan beberapa waktu lalu mengungkapkan bahwa daerah yang tertutup
oleh hutan pantai, termasuk bakau lebih sedikit mengalami kerusakan akibat
tsunami 2004 dari pada lahan tanpa vegetasi. Vegetasi pantai memberikan perlindungan terhadap tsunami.
Karena karakter pohon mangrove yang khas, ekosistem mangrove berfungsi sebagai
peredam gelombang dan badai, pelindung abrasi, penahan lumpur, dan perangkap
sedimen. Disadari bahwa mangrove memberikan banyak
manfaat bagi manusia. Dengan demikian, mempertahankan areal-areal mangrove yang
strategis, termasuk tumbuhan dan hewannya, sangat penting untuk pembangunan
ekonomi dan sosial. Sumberdaya pertanian meningkat pula. Dalam kondisi
demikian, aturan setempat yang berupa hukum
adat seringkali terkesampingkan oleh insentif
ekonomi jangka pendek. Untuk merespon hal tersebut, pemerintah kemudian
mengeluarkan peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) serta beberapa peraturan dalam
berbagai tingkat yang berkaitan dengan pengelolaan mangrove. Peraturan yang
paling relevan diantaranya terkait dengan aturan mengenai kebijakan jalur hijau
serta sistem areal perlindungan.
Berbagai inisiatif dan gagasan telah dikembangkan berkaitan dengan
kebijakan nasional dibidang pengelolaan mangrove di Indonesia. Yang terpenting
diantaranya adalah kebijakan nasional dibidang pengelolaan keanekaragaman
hayati lautan, strategi nasional dibidang pengelolaan mangrove, kebijakan
nasional dibidang pembangunan pedesaan, dan strategi nasional dibidang
pengelolaan jalur hijau pesisir. Kebijakan-kebijakan diatas sangat bermanfaat
untuk memberikan kejelasan dalam pengelolaan sumber daya mangrove. Akan tetapi
disadari bahwa pengelolaan mangrove yang baik tidak akan tercapai hanya dengan mengembangkan
kebijakan-kebijakan, mengukuhkannya
menjadi suatu kawasan lindung atau dalam bentuk
jalur hijau saja. Pengelolaan juga akan sangat tergantung pada bagaimana
mengakomodasikan serta mengontrol kebutuhan masyarakat yang tinggal dan hidup
di sekitar mangrove. Diketahui bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat sangat
mempengaruhi upaya pengelolaan mangrove, mulai dari langkah-langkah yang
diambil dilapangan sampai perencanaan tingkat pusat. Sebagai contoh yang baik
dapat dilihat di Jawa, dimana kondisi di pulau ini dapat menjadi model
pengelolaan mangrove yang penduduknya padat. Sejarah gangguan terhadap mangrove
oleh penduduk setempat di pulau Jawa seringkali dilakukan oleh nelayan, dimana
hal ini berkaitan dengan pendapatan mereka yang rendah serta alternatif mata
pencaharian yang terbatas.
Pertanyaannya adalah bagaimana memulihkan mangrove melalui pendekatan
kepada masyarakat yang berada di kawasan ekosistem mengrove agar dapat berjalan
dengan baik? Dalam konteks pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan masyarakat
pesisir dilakukan melalui pendampingan oleh perguruan
tinggi/akademisi secara langsung untuk membangun pembelajaran yang positif. Sebagai
contoh berupaya agar masyarakat pesisir sekitar hutan mangrove memiliki
kemampuan, pengetahuan dan teknologi untuk mengolah sumber daya
hutan mangrove dengan bijak. Bila masyarakat sadar bahwa mangrove dapat
menjamin kelangsungan hidup mereka, diharapkan mereka akan mempertahankan,
memelihara, melindungi habitat hutan mangrove sehingga terwujud pelestarian
ekosistem mangrove yang berkesinambungan.
Pengelolaan ekosistem hutan mangrove di Indonesia melibatkan unsur
pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. Di lingkungan pemerintah, meski tiap
instansi punya peran tertentu, namun peran tersebut sering tidak jelas dan menunjukkan pengkotakan peran dan tanggung jawab
terhadap instansi yang lain. Pengaruh duplikasi dan kurangnya koordinasi adalah
kebijakan yang membingungkan dan kerugian karena duplikasi tenaga kerja,
peralatan dan struktur administrasi yang membebani negara. Kelemahan yang ada
saat ini adalah kejelasan tentang peran dan tanggung jawab masing-masing
instansi dalam pengelolaan mangrove. Kondisi SDM
harus dikembangkan dalam prospektif menuju SDM
yang profesional, handal, menguasai teknologi
dan memiliki integritas moral. SDM di daerah masih harus ditingkatkan kemampuannya dalam perencanaan dan pengelolaan hutan mangrove lestari melalui kursus, pelatihan
atau pendidikan sesuai kebutuhan daerah. Pemahaman bahwa pengelolaan mangrove
harus dipandang secara kesatuan ekosistem tidak hanya aspek kayunya tapi
seluruh keanakaragaman hayati yang terkandung dalam hutan mangrove perlu dimiliki
oleh aparatur di daerah.
Perencana daerah secara terintegrasi akan menghasilkan pola kerja
yang efektif untuk meningkatkan kepentingan sosial dan ekonomi dalam konservasi
hutan mangrove. Interaksi antar kegiatan konservasi dan pembangunan sangat
sulit, dilakukan upaya melalui perencanaan pembangunan yang terintegrasi. Perencana
SDA dan para manager harus mampu melakukan identifikasi daerahnya yang penting
bagi konservasi mangrove. Aktivitas pengembangan masyarakat yang teridentikasi
dalam rencana jangka panjang hasil dari adanya pengertian hubungan timbal balik
diantara perkembangan ekonomi dengan konservasi, baik di dalam maupun di luar
kawasan konservasi. Perencana
dan pengambil keputusan memahani kepentingan isu lokal yang dapat mempengaruhi konservasi sebagai
basis untuk masyarakat secara aktif dan berperan dalam perencanaan dan implementasinya.
Keinginan dan komitmen (political
will) pengambil keputusan untuk mendukung usulan
proyek konservasi merupakan
faktor penting. Keputusan politik sangat komplek dan berpotensi konflik.
Perencanaan harus mampu mengurangi konflik. Mengembangkan mekanisme yang handal
bagi tim
perencanaan masyarakat. Tujuan dan sasaran pembangunan terus-menerus terintegrasikan dengan berbagai sektor. Berbagai tingkatan
konsultasi sejak awal dari suatu perencanaan. Identifikasi berbagai stake holder merupakan faktor kunci.
Berbagai kelompok respon untuk memberi info yang
diperlukan tim perencana. Informasi yang dipakai harus mencakup pula sejarah
budaya dan aspek alamiah lainnya untuk belajar kondisi masa lalu dalam perencanaan
dan pengelolaan untuk kepentingan masa depan. Asas kelestarian hutan mangrove
mencakup:
1. Save it, yaitu mengamankan ekosistem hutan mangrove
dengan rnelindungi genetik, spesies dan ekosistemya. Mengamankan ekosistem
mangrove berarti melindungi genetik, spesies, habitat dan ekosistem dengan cara
menjaga penurunan kualitas dari komponen-komponen utama ekosistem, mengembangkan
upaya mengelola dan melindungi secara efektif, dan mengembalikan
spesies-spesies yang telah hilang kepada
habitat aslinya dan memeliharanya di genetic
bank seperti kebun raya, dan atau fasilitas ex-situ lainnya.
2. Study it, mernpelajari ekosistem hutan mangrove yang
meliputi biologi, komposisi, struktur, fungsi ekologi, distribusi
dan kegunaannya. Mempelajari ekosistem hutan mangrove berarti melakukan
dokumentasi mengenai karakteristik sifat biologis, ekologis dan sosial ekonominya;
berupa pengertian peran dan manfaat genetik, spesies dan ekosistem; mengungkapkan
hubungan yang rumit antara sistem yang asli dan sistem yang sudah berubah; dan
menggunakan pengetahuan ini untuk mendukung
petahuan yang lestari. Hal ini juga berarti
sekaligus membina kesadaran nilai-nilai ekosistem
mangrove, memberikan kesempatan kepada masyarakat
untuk menghargai adanya keanekaragman alam serta memasukkan
nilai-nilai ekostem kedalam bagian kurikulum
pendidikan.
3. Use it, yaitu memanfatan ekosistem hutan mangrove
secara lestari dan seimbang serta secara adil untuk kesejahteran rakyat. Memanfaatkan
ekosistem hutan mangrove secara lestari dan seimbang supaya terus dikembangkan
dengan teknik-teknik pemanfaatan yang dapat mempertahankan keberadaan ekosistem
hutan mangrove. Ekosistem mangrove digunakan hanya untuk memperbaiki kehidupan
umata manusia dan memberikan jaminan bahwa sumber-sumber ini dimanfaatkan secara bersama-sama dan
secara adil.
Beberapa langkah konkret yang dapat
dilakukan oleh pemimpin masa kini untuk memberdayakan dan membentuk kemandirian
masyarakat pesisir serta fungsi ekologis tercapai diantaranya:
1. Mengajak seluruh
lapisan masyarakat untuk menanam mangrove di pesisir pantai, 1 orang tanam 5
propagul atau disesuaikan dengan luas areal sekitar dan kebutuhan benih
sekitar.
2.
Membekali
masyarakat dengan ilmu silvofishery yaitu kombinasi pola penanaman mangrove
dengan perikanan yang pada dasarnya adalah merehabilitasi lahan-lahan mangrove
yang telah terdegradasi dengan penanaman
pohon, dan membangun saluran untuk budi
daya ikan dan udang dengan pola lahan pasang surut seluas 80% sebagai hutan
mangrove dan yang 20% digunakan sebagai kolam untuk budidaya ikan dan memberi dana
dalam pelaksanaannya oleh pemerintah daerah sehingga masyarakat tidak terpaut
sepenuhnya kepada hasil hutan mangrove, namun dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat melalui tambak perikanan.
3. Memberikan batas
pantai yang jelas sebagai kawasan hutan mangrove sehingga dapat dilakukan
pemeliharaan yang intensif.
4. Masyarakat dipandu
untuk memelihara mangrove yang mereka tanam dengan cara mengawasi dari ternak
yang memakan propagul sebagai regenerasi hutan mangrove.
5. Pembentukan Posdaya
guna menawarkan berbagai keterampilan seperti pengolahan sirup dan dodol dari
buah Sonneratia alba dan lain
sebagainya sehingga tidak hanya kayunya saja yang dimanfaatkan, melainkan hasil
hutan lain dari sebuah pohon mangrove.
6. Membantu masyarakat
pesisir dengan membangun daerah tempat tinggal mereka secara lebih layak agar
tahan terhadap terjangan ombak jika suatu saat itu memang terjadi. Misalnya,
tidak lagi dari kayu melainkan dari beton yang dananya bersumber dari
pemerintah.
7. Memberikan reward
kepada orang-orang dalam masyarakat tersebut yang telah berjasa memelihara
mangrove yang mereka pelihara dan bertumbuh dengan baik.
8. Memberikan pendidikan
konservasi berupa penyediaan buku-buku dan arena belajar untuk memperkenalkan
lingkungan hutan dan manfaatnya. Pertemuan bisa dilakukan 2x dalam sebulan yang
dihadiri oleh kepala daerah, mahasiswa, dan orang-orang yang ahli di bidang
tersebut.
9. Anak-anak sejak kecil
diajari untuk terbiasa membuang sampah pada tempatnya dan bukan ke pantai
sehingga kawasan tetap terjaga bersih dan bebas bencana.
10. Menjadikan mangrove
sebagai tempat wisata bagi para wisatawan dalam dan luar daerah yang menjadi
pemasukan bagi pembangunan daerah yang bersangkutan. Untuk itu, masyarakat
diberdayakan agar memiliki pengetahuan dan keterampilan yang luas tentang
mangrove sekitar, baik jenis, manfaat, potensi, pengelolaannya serta berbagai
informasi penting lainnya.
11. Memberikan arahan
kepada wisatawan agar ketika berkunjung tetap memperhatikan kebersihan
lingkungan dan kelestarian mangrove.
12. Memberikan arahan
agar masyarakat tidak menggunakan zat beracun, bom, atau pukat harimau untuk
menangkap ikan dan spesies lainnya sehingga keanekaragaman spesies di mangrove
tetap lestari.
Kita
semua dapat berperan dalam menjaga kelestarian hutan mangrove kita. Dimulai
dari hal-hal kecil sudah dapat menyelamatkan hutan Indonesia. Mari, kita
berdayakan diri sendiri terlebih dahulu sebelum memberdayakan orang lain. Peran
generasi muda begitu penting dalam memajukan kemandirian bangsa karena pemuda
masa kini adalah generasi penerus bangsa di masa yang akan dating dengan
segudang pemikiran yang luar biasa, cita-cita, dan ilmu pengetahuan yang terus
berkembang. Lestari alamku, lestari desaku. Tidak ada yang terlalu sulit untuk
dilakukan, asal ada kemauan dan kerja keras semua bisa terjadi. Aku, kamu, dan
kita semua bisa!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar