Kamis, 20 Februari 2014

BERDAYAKAN MASYARAKAT PESISIR COASTAL WOODLAND DALAM RANGKA PENCEGAHAN TSUNAMI DI INDONESIA DAN MENINGKATKAN KEMANDIRIAN MASYARAKAT

Oleh :
Andreas Hutasoit (101201135)
Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara

       

Indonesia adalah negara yang kaya. Indonesia mempunyai hutan mangrove yang terluas di dunia. Saat ini hutan mangrove di Indonesia yang dalam keadaan baik tinggal 3,6 juta hektar, sisanya dalam keadaan rusak dan sedang. Hutan mangrove sebagai salah satu ekosistem wilayah pesisir dan lautan yang sangat potensial bagi kesejahteraan masyarakat baik dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan hidup, namun sudah semakin kritis ketersediaannya. Di beberapa daerah wilayah pesisir di Indonesia sudah terlihat adanya degradasi dari hutan mangrove akibat penebangan hutan mangrove yang melampaui batas kelestariannya.Dari tahun ke tahun, Indonesia telah kehilangan lahan hutan mangrove seluas 5,58 juta hektar.

Hutan mangrove disebut juga “Coastal Woodland” (hutan pantai) atau “Tidal Forest(hutan surut)/hutan bakau merupakan formasi tumbuhan litoral yang karakteristiknya terdapat di daerah tropika. Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan penting di wilayah pesisir dan kelautan. Fungsi fisik ekosistem mangrove diantaranya menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dari erosi laut (abrasi) dan intrusi air laut, dan mengolah bahan limbah. Sebagai suatu wilayah kepulauan dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, Indonesia adalah negara dengan peringkat pertama rawan tsunami. Selain tsunami, risiko bencana yang mengancam Indonesia antara lain tanah longsor, gempa dan banjir. Bencana tsunami dimana salah satu tindakan yang perlu dilakukan yaitu proteksi pada pantai. Bencana alam berupa tsunami yang bertubi-tubi mendera bangsa Indonesia, telah mengajarkan kepada kita betapa mencegah lebih baik daripada menanggulangi bencana. Karena hal ini banyak berdampak pada berbagai faktor baik kerugian material maupun psikologis serta lainnya.
Hutan bakau bukan hanya mencegah erosi pantai, tapi juga meredam bahaya tsunami. Penelitian yang telah dilakukan beberapa waktu lalu mengungkapkan bahwa daerah yang tertutup oleh hutan pantai, termasuk bakau lebih sedikit mengalami kerusakan akibat tsunami 2004 dari pada lahan tanpa vegetasi. Vegetasi pantai memberikan perlindungan terhadap tsunami. Karena karakter pohon mangrove yang khas, ekosistem mangrove berfungsi sebagai peredam gelombang dan badai, pelindung abrasi, penahan lumpur, dan perangkap sedimen. Disadari bahwa mangrove memberikan banyak manfaat bagi manusia. Dengan demikian, mempertahankan areal-areal mangrove yang strategis, termasuk tumbuhan dan hewannya, sangat penting untuk pembangunan ekonomi dan sosial.  Sumberdaya pertanian meningkat pula. Dalam kondisi demikian, aturan setempat yang berupa hukum adat seringkali terkesampingkan oleh insentif ekonomi jangka pendek. Untuk merespon hal tersebut, pemerintah kemudian mengeluarkan peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) serta beberapa peraturan dalam berbagai tingkat yang berkaitan dengan pengelolaan mangrove. Peraturan yang paling relevan diantaranya terkait dengan aturan mengenai kebijakan jalur hijau serta sistem areal perlindungan.
Berbagai inisiatif dan gagasan telah dikembangkan berkaitan dengan kebijakan nasional dibidang pengelolaan mangrove di Indonesia. Yang terpenting diantaranya adalah kebijakan nasional dibidang pengelolaan keanekaragaman hayati lautan, strategi nasional dibidang pengelolaan mangrove, kebijakan nasional dibidang pembangunan pedesaan, dan strategi nasional dibidang pengelolaan jalur hijau pesisir. Kebijakan-kebijakan diatas sangat bermanfaat untuk memberikan kejelasan dalam pengelolaan sumber daya mangrove. Akan tetapi disadari bahwa pengelolaan mangrove yang baik tidak akan tercapai hanya dengan mengembangkan kebijakan-kebijakan,  mengukuhkannya menjadi suatu kawasan lindung atau dalam bentuk  jalur hijau saja. Pengelolaan juga akan sangat tergantung pada bagaimana mengakomodasikan serta mengontrol kebutuhan masyarakat yang tinggal dan hidup di sekitar mangrove. Diketahui bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat sangat mempengaruhi upaya pengelolaan mangrove, mulai dari langkah-langkah yang diambil dilapangan sampai perencanaan tingkat pusat. Sebagai contoh yang baik dapat dilihat di Jawa, dimana kondisi di pulau ini dapat menjadi model pengelolaan mangrove yang penduduknya padat. Sejarah gangguan terhadap mangrove oleh penduduk setempat di pulau Jawa seringkali dilakukan oleh nelayan, dimana hal ini berkaitan dengan pendapatan mereka yang rendah serta alternatif mata pencaharian yang terbatas.
Pertanyaannya adalah bagaimana memulihkan mangrove melalui pendekatan kepada masyarakat yang berada di kawasan ekosistem mengrove agar dapat berjalan dengan baik? Dalam konteks pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan masyarakat pesisir  dilakukan melalui pendampingan  oleh perguruan tinggi/akademisi secara langsung untuk membangun pembelajaran yang positif. Sebagai contoh berupaya agar masyarakat pesisir sekitar hutan mangrove memiliki kemampuan, pengetahuan dan teknologi  untuk mengolah sumber daya  hutan mangrove dengan bijak.  Bila masyarakat sadar bahwa mangrove dapat menjamin kelangsungan hidup mereka, diharapkan mereka akan mempertahankan, memelihara, melindungi habitat hutan mangrove sehingga terwujud pelestarian ekosistem mangrove yang berkesinambungan.
Pengelolaan ekosistem hutan mangrove di Indonesia melibatkan unsur pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. Di lingkungan pemerintah, meski tiap instansi punya peran tertentu, namun peran tersebut sering tidak  jelas dan menunjukkan pengkotakan peran dan tanggung jawab terhadap instansi yang lain. Pengaruh duplikasi dan kurangnya koordinasi adalah kebijakan yang membingungkan dan kerugian karena duplikasi tenaga kerja, peralatan dan struktur administrasi yang membebani negara. Kelemahan yang ada saat ini adalah kejelasan tentang peran dan tanggung jawab masing-masing instansi dalam pengelolaan mangrove. Kondisi SDM harus dikembangkan dalam prospektif menuju SDM yang profesional, handal, menguasai teknologi dan memiliki integritas moral. SDM di daerah masih harus ditingkatkan kemampuannya dalam perencanaan dan pengelolaan hutan mangrove lestari melalui kursus, pelatihan atau pendidikan sesuai kebutuhan daerah. Pemahaman bahwa pengelolaan mangrove harus dipandang secara kesatuan ekosistem tidak hanya aspek kayunya tapi seluruh keanakaragaman hayati yang terkandung dalam hutan mangrove perlu dimiliki oleh aparatur di daerah.
Perencana daerah secara terintegrasi akan menghasilkan pola kerja yang efektif untuk meningkatkan kepentingan sosial dan ekonomi dalam konservasi hutan mangrove. Interaksi antar kegiatan konservasi dan pembangunan sangat sulit, dilakukan upaya melalui perencanaan pembangunan yang terintegrasi. Perencana SDA dan para manager harus mampu melakukan identifikasi daerahnya yang penting bagi konservasi mangrove. Aktivitas pengembangan masyarakat yang teridentikasi dalam rencana jangka panjang hasil dari adanya pengertian hubungan timbal balik diantara perkembangan ekonomi dengan konservasi, baik di dalam maupun di luar kawasan konservasi. Perencana dan pengambil keputusan memahani kepentingan isu lokal yang dapat mempengaruhi  konservasi sebagai basis untuk masyarakat secara aktif dan berperan dalam perencanaan dan implementasinya.
Keinginan dan komitmen (political will) pengambil keputusan untuk mendukung usulan
proyek konservasi merupakan faktor penting. Keputusan politik sangat komplek dan berpotensi konflik. Perencanaan harus mampu mengurangi konflik. Mengembangkan mekanisme yang handal bagi tim perencanaan masyarakat. Tujuan dan sasaran pembangunan terus-menerus terintegrasikan dengan berbagai sektor. Berbagai tingkatan konsultasi sejak awal dari suatu perencanaan. Identifikasi berbagai stake holder merupakan faktor kunci. Berbagai kelompok respon untuk memberi info yang diperlukan tim perencana. Informasi yang dipakai harus mencakup pula sejarah budaya dan aspek alamiah lainnya untuk belajar kondisi masa lalu dalam perencanaan dan pengelolaan untuk kepentingan masa depan. Asas kelestarian hutan mangrove mencakup:
1. Save it, yaitu mengamankan ekosistem hutan mangrove dengan rnelindungi genetik, spesies dan ekosistemya. Mengamankan ekosistem mangrove berarti melindungi genetik, spesies, habitat dan ekosistem dengan cara menjaga penurunan kualitas dari komponen-komponen utama ekosistem, mengembangkan upaya mengelola dan melindungi secara efektif, dan mengembalikan spesies-spesies yang telah  hilang kepada habitat aslinya dan  memeliharanya di genetic bank seperti kebun  raya, dan atau fasilitas ex-situ lainnya.
2. Study it, mernpelajari ekosistem hutan mangrove yang meliputi biologi, komposisi, struktur, fungsi  ekologi, distribusi dan kegunaannya. Mempelajari ekosistem hutan mangrove berarti melakukan dokumentasi mengenai karakteristik sifat biologis, ekologis dan sosial ekonominya; berupa pengertian peran dan manfaat genetik, spesies dan ekosistem; mengungkapkan hubungan yang rumit antara sistem yang asli dan sistem yang sudah berubah; dan menggunakan pengetahuan ini untuk mendukung petahuan yang lestari. Hal ini juga berarti sekaligus membina kesadaran nilai-nilai ekosistem mangrove, memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menghargai adanya keanekaragman alam  serta memasukkan nilai-nilai ekostem kedalam bagian  kurikulum pendidikan.
3. Use it, yaitu memanfatan ekosistem hutan mangrove secara lestari dan seimbang serta secara adil untuk kesejahteran rakyat. Memanfaatkan ekosistem hutan mangrove secara lestari dan seimbang supaya terus dikembangkan dengan teknik-teknik pemanfaatan yang dapat mempertahankan keberadaan ekosistem hutan mangrove. Ekosistem mangrove digunakan hanya untuk memperbaiki kehidupan umata manusia dan memberikan jaminan bahwa sumber-sumber ini dimanfaatkan secara bersama-sama dan secara adil.
Beberapa langkah konkret yang dapat dilakukan oleh pemimpin masa kini untuk memberdayakan dan membentuk kemandirian masyarakat pesisir serta fungsi ekologis tercapai diantaranya:                                
1.    Mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk menanam mangrove di pesisir pantai, 1 orang tanam 5 propagul atau disesuaikan dengan luas areal sekitar dan kebutuhan benih sekitar.
2.    Membekali masyarakat dengan ilmu silvofishery yaitu kombinasi pola penanaman mangrove dengan perikanan yang pada dasarnya adalah merehabilitasi lahan-lahan mangrove yang telah terdegradasi dengan penanaman pohon, dan membangun  saluran untuk budi daya ikan dan udang dengan pola lahan pasang surut seluas 80% sebagai hutan mangrove dan yang 20% digunakan sebagai kolam untuk budidaya ikan dan memberi dana dalam pelaksanaannya oleh pemerintah daerah sehingga masyarakat tidak terpaut sepenuhnya kepada hasil hutan mangrove, namun dapat meningkatkan pendapatan masyarakat melalui tambak perikanan.
3.    Memberikan batas pantai yang jelas sebagai kawasan hutan mangrove sehingga dapat dilakukan pemeliharaan yang intensif.
4.    Masyarakat dipandu untuk memelihara mangrove yang mereka tanam dengan cara mengawasi dari ternak yang memakan propagul sebagai regenerasi hutan mangrove.
5.    Pembentukan Posdaya guna menawarkan berbagai keterampilan seperti pengolahan sirup dan dodol dari buah Sonneratia alba dan lain sebagainya sehingga tidak hanya kayunya saja yang dimanfaatkan, melainkan hasil hutan lain dari sebuah pohon mangrove.
6.    Membantu masyarakat pesisir dengan membangun daerah tempat tinggal mereka secara lebih layak agar tahan terhadap terjangan ombak jika suatu saat itu memang terjadi. Misalnya, tidak lagi dari kayu melainkan dari beton yang dananya bersumber dari pemerintah.
7.    Memberikan reward kepada orang-orang dalam masyarakat tersebut yang telah berjasa memelihara mangrove yang mereka pelihara dan bertumbuh dengan baik.
8.    Memberikan pendidikan konservasi berupa penyediaan buku-buku dan arena belajar untuk memperkenalkan lingkungan hutan dan manfaatnya. Pertemuan bisa dilakukan 2x dalam sebulan yang dihadiri oleh kepala daerah, mahasiswa, dan orang-orang yang ahli di bidang tersebut.
9.    Anak-anak sejak kecil diajari untuk terbiasa membuang sampah pada tempatnya dan bukan ke pantai sehingga kawasan tetap terjaga bersih dan bebas bencana.
10. Menjadikan mangrove sebagai tempat wisata bagi para wisatawan dalam dan luar daerah yang menjadi pemasukan bagi pembangunan daerah yang bersangkutan. Untuk itu, masyarakat diberdayakan agar memiliki pengetahuan dan keterampilan yang luas tentang mangrove sekitar, baik jenis, manfaat, potensi, pengelolaannya serta berbagai informasi penting lainnya.
11. Memberikan arahan kepada wisatawan agar ketika berkunjung tetap memperhatikan kebersihan lingkungan dan kelestarian mangrove.
12. Memberikan arahan agar masyarakat tidak menggunakan zat beracun, bom, atau pukat harimau untuk menangkap ikan dan spesies lainnya sehingga keanekaragaman spesies di mangrove tetap lestari.
Kita semua dapat berperan dalam menjaga kelestarian hutan mangrove kita. Dimulai dari hal-hal kecil sudah dapat menyelamatkan hutan Indonesia. Mari, kita berdayakan diri sendiri terlebih dahulu sebelum memberdayakan orang lain. Peran generasi muda begitu penting dalam memajukan kemandirian bangsa karena pemuda masa kini adalah generasi penerus bangsa di masa yang akan dating dengan segudang pemikiran yang luar biasa, cita-cita, dan ilmu pengetahuan yang terus berkembang. Lestari alamku, lestari desaku. Tidak ada yang terlalu sulit untuk dilakukan, asal ada kemauan dan kerja keras semua bisa terjadi. Aku, kamu, dan kita semua bisa!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar